Mau Dibawa Kemana Muhammadiyah
(Refleksi Milad Muhammadiyah)
Oleh : Yazid Mari *)
Sebagai persyarikatan yang telah berdiri lebih satu abad, tentu telah banyak makan garam. Maka Muhammadiyah memahami betul, bahwa sistem kepemimpinan dominasi, telah melahirkan kebijakan yang hanya memenuhi kepentingan jangka pendek.
Sejarah perjalanan itu nampak ketika Muhammadiyah masuk secara organisasi pada partai politik, masa orde lama, dan menjadi emberio berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN), yang dampaknya sedikit melahirkan perpecahan di internal persyarikatan. Dan luka itu masih dirasakan hingga hari ini.
Tentu pengalaman ini menjadi begitu berharga, bila seluruh aktivis Muhammadiyah mampu menempatkan diri sebagai bagian dari organisasi dan juga sebagai pribadi yang terikat dengan AD/ART persyarikatan.
Kesadaran inilah yang kemudian melahirkan kepemimpinan kolektif kolegial, yaitu kepemimpinan yang memberikan berkembangnya pemikiran banyak orang, serta sejauh mungkin menghindari kepemimpinan otokrasi yang cenderung one man show.
Mau dibawa kemana Muhammadiyah? Itulah yang sering menjadi pertanyaan besar kader Muhammadiyah. Jawaban terhadap pertanyaan ini menjadi sangat penting agar ruh persyarikatan tetap ada pada setiap pribadi penggerak persyarikatan.
Dengan ruh itu maka Muhammadiyah akan tetap hidup hingga akhir zaman. Sifat tajdid Muhammadiyah, haruslah dapat difahami sebagai upaya menjadikan persyarikatan menjadi organisasi maju, seiring dengan perkembangan kemajuan zamannya. Maka niat dan cita-cita besar haruslah tetap ada dihati setiap penggerak organisasi.
Perbedaan karakter, tentu menjadikan gerak persyarikatan akan bergerak lebih cepat, bukan sebaliknya melahirkan pembunuhan karakter. Lebih-lebih terhadap kader yang akan menggantikan perjuangan pendahulunya.
Semakin mencoba untuk memahaminya, semakin jauh pula dapat memahaminya dengan sempurna. Wallahu a’lamu bis showab. Ihdina al sirhatal mustaqim.
*) Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) PDM Bojonegoro