Din Syamsuddin: Khilafah Tidak Diabaikan dan Pancasila Tetap Ditegakkan, Begini Solusinya
bojonegoroMu.com
Khilafah adalah salah satu ajaran sentral Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka seorang muslim tidak boleh menafikannya. Ulama pramodern dan moderpun sepakat bahwa manusia adalah khalifah/wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardh). Kemudian khilafatullah fil ardh/kekuasaan Tuhan di bumi (God’s Vicegerency on Earth) bisa dibandingkan dengan konsep Kristiani tentang “Kerajaan Tuhan” (Christendom).
Din Syamsudin, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah mengatakan bahwa khilafah historis yang pernah ada setelah masa Khulafaur Rasyidin adalah kerajaan, dan Islam tidak membawa konsep tentang bentuk atau sistem pemerintahan tertentu. Maka tidak ada kewajiban mendirikan khilafah sebagai lembaga politik-kekuasaan.
“Sehingga jika konsep khilafah Hizbut Tahrir dimaksud sebagai lembaga politik-kekuasaan, maka itu bukan merupakan kesepakatan jumhur ulama,” ungkap Din melalui press release Jumat (14/7) seperti dilansir muhammadiyah.or.id
Tentang khilafah, Din lebih lanjut mengatakan bahwa khilafah sebagai ajaran Islam yang mulia tidak boleh dinafikan khususnya oleh umat Islam. Maka diperlukan penafsiran baru yang kontekstual terhadap khilafah, khususnya dalam konteks NKRI yang berdasarkan Pancasila.
“Khilafah dapat dipahami membawa pesan kesatuan, persatuan, dan kebersamaan umat Islam secara nasional, kemajemukan warna kulit, bahasa, budaya dan lain-lain. Di Indonesia, kita telah membentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dapat berfungsi sebagai organisasi payung atau tenda besar bagi seluruh umat Islam,” tegas Din.
Menurut Din, konsep khilafah dapat diterapkan dalam bentuk adanya lembaga mondial yang mempersatukan seluruh umat Islam, seperti Vatikan mempersatukan umat Katholik sedunia. Umat Katholik di negara mana pun sangat tunduk dan patuh kepada Vatikan, tanpa mengabaikan sistem nasional masing-masing bangsa.
“Saya mengusulkan kepada umat Islam termasuk kepada Hizbut Tahrir untuk mentransformasi “khilafah ‘alamiyah” mereka ke dalam bentuk seperti Vatikan. Vatikan adalah lembaga yang sangat berpengaruh, baik dalam urusan keagamaan maupun non keagamaan, termasuk ekonomi, politik, dan budaya. Memang Vatikan memisahkan antara agama dan politik, tapi Vatikan berfungsi dan diperlakukan sebagai negara,” tambah Din.
Namun Din melihat bahwa hal itu tidak mudah karena watak umat Islam, khususnya Sunni, kurang bersifat faternalistik dan sentralistik, serta otonomi atau egoisme masing-masing bangsa bahkan organisasi sangat kuat.
“Sehingga sebagai solusi hubungan khilafah dan negara pancasila agar khilafah tidak diabaikan dan negara pancasila tetap ditegakkan, semangat Kekatholikan atau Budaya Vatikan yang mampu merajut kesatuan, persatuan, dan kebersamaan bagus untuk ditiru,” tutup Din. (bm/red)